Masih Langka

Redaksi
3 Minimal Baca

TARAKAN – Masih langkanya minyak goreng yang terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia membuat kesulitan di masyarakat. Dengan kondisi itu, beberapa distributor malah mengaku belum dapat menjual stok minyak yang ada di gudang. Hal itu lantaran belum adanya refaksi pabrik sebagai tanda persetujuan untuk menganti biaya berlebih saat dilakukan pembelian.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Tarakan Muhammad Yusuf menerangkan, guna mengantisipasi kelangkaan memasuki bulan Ramadhan, pihaknya mengusulkan agar dilakukannya Operasi Pasar.

“Berkenaan dengan kelangkaan minyak goreng di Kota Tarakan, apalagi saat ini menjelang memasuki bulan Ramadhan, memang pada umumnya, teman-teman pengusaha itu dalam kondisi stoknya kosong. Karena memang suplai dari pabrik terganggu,”ujarnya, (14/03/2022).

“Kami memberikan rekomendasi sebagai upaya untuk menetralisir kekurangan (stok) ini, di sisi lain juga masih ada stok yang dimiliki pengusaha, oleh karena itu kami merekomendasikan kepada pemerintah untuk melaksanakan operasi pasar,”sambungnya.

“Sehingga paling tidak akan menutupi kelangkaan minyak goreng saat ini. Tentunya kami berharap, pemerintah dapat hadir di masyarakat dalam rangka mengantisipasi kelangkaan memasuki Ramadhan ini,”terangnya.

Sementara itu, sebelumnya Kepala Dinas Perdagangan dan Koperasi (Disdagkop) dan UMKM Tarakan Untung Prayitno menerangkan, hingga saat ini suplai minyak goreng ke distributor masih terkendala lantara belum adanya kesepakatan antara pabrik dan distributor terkait perjanjian harga.

“Sampai saat ini belum bisa direfaksi, maksudnya belum ada persetujuan dari pabrik, karena pabrik belum bisa menormalkan harga tersebut. Jadi barang itu masih ada di gudang tapi dia belum berani (mengeluarkan). (Merk) Kunci mas tetap bisa masuk, ini saya dapat informasi dari distributor. Dalam 2 atau 3 hari ini dia akan datang dengan harga yang baru harga HET,”katanya.

“Kalau di ritel itu memang harus harga HET tidak boleh di atas HET. Karena mereka langsung dari pusat. Karena mereka sudah ada perjanjian dengan pihak Asosiasi Ritel Indonesia. Makanya kyak Alfamidi, Ramayana, barang itu tidak disebut Tarakan tapi dia langsung mengambil dari pabrik di Jawa. Mereka sudah ada kesepakatan itu harga HET,”lanjutnya.

Ia menjelaskan, hingga saat ini pihaknya masih berupaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Menurutnya, keharusan menjual pada batas harga membuat distributor enggan melakukan suplai lantaran ancaman kerugian. Sehingga, diperlukan sebuah penjanjian antara distributor dan pabrik agar dapat menurunkan harga jual.

“Kalau saya maunya walaupun harga mahal tapi barangnya ada, masyarakat kita tidak masalah. Tapi dari Kementrian itu tetap harus harga HET. Ini juga upaya mempersiapkan bulan Ramadhan,”terangnya.

“Persoalannya sebenarnya distributor itu mau saja mengeluarkan. Tapi dia rugi, dia beli dengan harga Rp 20 ribu tapi dia disuruh jual Rp 14 ribu, tidak mungkin dia mau bisnis rugi,”tutupnya.

Bagikan Artikel ini
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *