Revisi Perpres Tata Ruang Perbatasan Jangan Hanya Jadi “Macan Ompong”

Redaksi
4 Minimal Baca

TANJUNG SELOR — Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional mengadakan rapat koordinasi awal (rakorwal) perihal revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 31 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Perbatasan Negara di Kalimantan, Senin (8/5/2023).

Informasi yang media terima dari Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kaltara, substansi revisi perpres ini terkait dengan item keamanan negara. Khususnya di tengah pembangunan Ibukota Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur.

Kendati demikian, sejumlah kritik, saran dan masukan disampaikan Kepala BPPD Kaltara, Ferdy Manurung Tanduklangi yang hadir sebagai salah satu narasumber utama dalam pertemuan itu.

Sejumlah poin yang ia sampaikan berkenaan dengan belum maksimalnya perhatian pemerintah pusat terhadap pembangunan kawasan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan di Kaltara.

Ferdy mengatakan, ia telah menyampaikan perihal aspek keamanan yang harus sejalan dengan program pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di perbatasan.

Keduanya adalah hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan pelaksanannya.

“Keamanan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat harus berbanding lurus, tidak bisa dipisahkan karena saling terkait,” kata Ferdy di ruang kerjanya, Selasa (9/5/2023).

Ferdy menekankan revisi Perpres 31 Tahun 2015 harus dirumuskan untuk benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Setiap pasal di dalamnya harus memiliki kekuatan untuk mewujudkan kemajuan di perbatasan.

“Perpres itu harus jadi macan, tapi jangan juga macan tanpa taring, macan ompong. Artinya perpres yang sebenarnya produk hebat,tapi pasal-pasal di dalamnya tidak ada (memiliki substansi kekuatan),” jelasnya.

Lanjut dia, Perpres dinilai sebagai instruksi tertinggi karena diterbitkan oleh Presiden Indonesia. Oleh karena itu, keberadaannya harus bisa menjadi dasar hukum kuat untuk mendorong keberpihakan pembangunan di perbatasan.

“Harusnya perpres ini (31/2015) sudah mengatur apa yang akan diperbuat di perbatasan Kalimantan. Mau diapakan perbatasan ke depan. Contohnya Batam yang dibangunkan industri dan pusat ekonomi untuk menyangga persaingan Singapura – Indonesia,” kata Ferdy.

“Kaltara juga harus dikasih begitu, kalau tidak begitu, akan percuma kalau hanya mengandalkan provinsi dan kabupaten, baru tidak ada (anggaran yang mencukupi),” ungkapnya menambahkan.

Ferdy menilai pemerintah pusat perlu lebih menunjukkan keberpihakan terhadap pembangunan di kawasan perbatasan Kaltara. Sehingga, kondisi yang ada tidak lagi mengalami ketimpangan ekstrem dari daerah perkotaan dan dekat pusat pemerintahan.

“Harus ada political will (kemauan politik dari pemerintah), itu diimplementasikan dalam bentuk politik anggaran. Kasih anggaran Rp1 triliun saja di tahun pertama, tuntas itu pembangunan infrastruktur jalan di sana,” jelasnya.

Keberadaan infrastruktur jalan disebut menjadi kunci awal untuk kemajuan kawasan perbatasan.

Namun, hal tersebut belum mendapat keberpihakan penuh dari pemerintah pusat. Ini tercermin dari alokasi anggaran yang dinilai tidak maksimal.

“Coba langsung kasih Rp1 triliun, saya berani selesaikan itu. Tahun berikutnya tidak perlu lagi Rp1 triliun, cukup Rp10 miliar sampai Rp20 miiar untuk pemeliharaan. Tapi kalau tidak begitu, begini-begini saja, ya cuma cerita, orang bilang camat, cerita mati,” ujarnya.

Disamping itu, Ferdy turut mengkritisi implementasi Perpres Nomor 118 Tahun 2022 Tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2024.

Untuk diketahui bersama, salah satu substansi perpres ini adalah penetapan kawasan lokasi prioritas (lokpri) target pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan di 222 kecamatan. Dimana 20 diantaranya berada di Kaltara.

Lebih lanjut, penetapan Lokpri ini dilakukan pemerintah untuk mengintervensi kasus kemiskinan ekstrem, pengangguran, stunting, anak putus sekolah, pembangunan infrastruktur, kematian bayi dan kematian orang sakit.

Total ada 27 kementerian/lembaga yang ditugaskan pada titik lokpri ini.

Namun, Ferdy menilai jika implikasi adanya perpres tersebut sangat minim dirasakan masyarakat. Dia menilai hal ini disebabkan tidak maksimalnya anggaran yang dikucurkan oleh masing-masing kementerian/lembaga yang ditugaskan.

“Bilangnya kan perpres ini mempercepat pembangunan infrastruktur dan sosial dasar masyarakat di lokasi prioritas. Tapi itu hanya cerita kalau tidak ada kebijakan di bidang politik anggaran yang membackup,” pungkasnya. (*)

Bagikan Artikel ini
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *