JAKARTA – Tim Panitia Khusus 3 DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI untuk koordinasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), di Jakarta ,Kamis (12/5/22).
Rombongan Tim Pansus 3 yang terdiri dari Siti Laela dan Yacub Palungan dengan di damping Tim Ahli Hukum dari Universitas Borneo Tarakan Yahya Ahmad Zein beserta staf Sekretariat DPRD ini, dipimpin Ketua DPRD Provinsi Kaltara Albertus Stefanus Marianus. Hadir juga dalam pertemuan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltara Drs. Hamsi, S.Sos., M.T serta jajarannya.
Ketua DPRD Provinsi Kaltara Albert menjelaskan kedatangannya ini, untuk meminta masukan terkait Ranperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebab dari beberapa tahapan pembahasan dan kunjungan ke beberapa daerah dalam rangka memperluas isi dari Ranperda ini, banyak mengalami perubahan.
“Kepada teman-teman Pansus mohon kedepannya bisa ditingkatkan dari sisi kehadiran. Naskah dari Perda ini harus benar-benar mengakomodir keseimbangan dari Lingkungan dan masyarakat. Apalagi terkait masalah pertambangan, karena kita saat ini di posisi menunggu rentetan yang akan muncul,” kata Albert.
Anggota Pansus 3 DPRD Provinsi Kaltara Siti Laela menambahkan Kota Tarakan sebagai Kota transit dan banyak transportasi masuk ke Kaltara, perlu menjadi perhatian agar tidak mengganggu budidaya rumput laut. Belum lagi keberadaan Coal Strorage yang selalu berbenturan dengan petani rumput laut.
“Bagaimana memasukkan aturan terkait ini didalm perda kami sehingga semua bisa terakomodir. Isu lokal strategis seperti ini yang harus kami diskusikan. Kami ingin perda ini bisa mengayomi,” ujar Siti Laela.
Anggota Pansus 3 DPRD Provinsi Kaltara Yacob Palung juga menambahkan supaya program pemerintah bisa menjangkau sampai wilayah perbatasan. Supaya masyarakat di perbatasan yang hidupnya menggantungkan diri dengan hutan, bisa mencari alternatif lainnya.
“Ini terkadang berbenturan dengan aturan, dimana hutan Krayan mengalami persolan karena masuk kedalam hutan lindung. Ini perlu juga dipikirkan bersama,” jelas Yacub.
Sementara itu Tim Ahli Hukum Pansus 3 DPRD Provinsi Kaltara Yahya Ahmad Zein menanyakan didalam pasal 11 ada garis koordinasi dimana Gubenur berkewajiban mengkoordinasikan terkait RPPLH daerah, termasuk pasal 14 dimana Gubernur wajib menyampaikan laporan monitoringnya.
“Untuk monitoring ini apakah perlu kami rinci, karena semuanya bersifat umum saja. Termasuk kewajiban Bupati dan Walikota untuk menyampaikan laporan monitoringnya,” tanya Yahya.
Dijelaskan Yahya, dalam pasal 12 ada pasal yang mengatur tentangKerjasama dan terdapat ada poin Lembaga/Pemerintah Daerah di Luar negeri. Apakah ini tidak membuka ruang, soalnya semuanya dibuat umum.
“Sebagai contoh Pontianak adalah Kota yang memasukkan terkait kewenangan dengan perbatasan atas dampak polusi. Ini ingin kami dengar penjelasannya,” ucap Yahya.
Menanggapi semua pertanyanya tersebut, perwakilan KLH Nugraha Prasetyadi, SE, M.Sc menjelaskan ciri unik dari RPPLH adalah walaupun sama, tetapi penyelesaiaan masalahnya akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya di Indnesia. RPPLH ini ada dua hal yaitu bagaimana melindungi dan mengelola.
“Yang terpenting adalah teman-teman di daerah dapat memahami kapan waktu untuk mengatakan cukup dan stop serta kita ingin hidup seperti apa. Pemenuhan services dari kita selaku pemerintah untuk rakyat bisa sampai dan kita bisa tetap membangun,” jelas Nugraha.
Pria yang menjabat Pengendali Dampak Lingkungan Madya KLH juga memberikan masukan supaya Pemerintah Provinsi bisa memberi arahan kepada Kabupaten dan Kota, sehingga Anggota DPRD bisa beraudiensi ke Bupati dan Walikota untuk bisa berbicang terkait RPPLH.
“Kaltara merupakan daerah baru, sehingga kita masih bisa mengarahkan. Kearifan lokal di daerah harus diperhatikan dan dimuculkan juga,” ucap Nugraha.
Terkait koordinasi, Dirjen KLHK setuju pasalnya dibuat agak umum dan detailnya dilanjutkan melalui peraturan Kepala Daerah, sehingga bisa memberikan ruang gerak yang cukup.
“Kami mengingatkan pada saat membuat aturan, jangan sampai ada yang terdampak baik diatas maupun dibawah. Harus ada pengawasan yang cukup tetap terkait sebaran penduduk,” tutup Nugraha.(Mt/Ad)