TARAKAN – Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukannya, Acan Suna (38) sempat ditangkap dan diproses oleh Kejari Tarakan yang sebelumnya mendapat status tersangka. Atas KDRT yang dilakukannya, Acan dianggap melanggar Pasal 44 Ayat 1 atau 4 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Namun , seiring waktu berjalan dan berbagai pertimbangan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan kembali melakukan Restorative Justice (RJ) atau penghentian tuntutan atas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Saat diwawancara, Kepala Kejari Tarakan, Adam Saimima melalui Kasi Pidana Umum (Pidum), Andi Aulia Rahman menceritakan,
tindak pidana ini terjadi pada Sabtu 22 Januari 2022 lalu, di kediaman tersangka Acan yang beralamat Jalan Gajah Mada, Kelurahan Karang Rejo, Tarakan.
Awal mulanya, Acan merupakan kepala keluarga yang kesehariannya bekerja sebagai nelayan. Sepulang dari bekerja pada saat itu sekitar pukul 20.00 WITA tersangka pulang kerumahnya terjadi cek cok mulut dengan Nurjannah (Istri Tersangka) hingga tersangka melakukan pemukulan di bagian kepala sebelah kiri.
“Tersangka dipengaruhi lelah dan memiliki masalah dalam kerjaannya, ketika di rumah terjadi pemukulan terhadap korban didekat telinga sebanyak sekali dengan tangan kanan setelah berselang adu mulut, akan tetapi istri tersangka mendorong tersangka keluar dari rumah,”ungkapnya, (18/03).
Setelah itu, tersangka kembali pulang ke rumah dan memarahi kembali istrinya yang sedang mengandung itu dengan menuduh istrinya selingkuh. Lantaran emosi, tersangka melempar satu buah gelas plastik mengenai wajah Istrinya.
“Tersangka emosi dan memukul wajah korban dengan menggunakan tangan kanan lalu Nurjannah mencoba melakukan perlawanan tetapi tersangka kembali memukul kepala Nurjannah bagian kiri di dekat telinga, lalu korban melaporkan kejadian ini kepada Polisi,” tambahnya.
Dalam hal ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan penelitian terhadap sangkaan yang ditujukan ke Acan yang hasilnya sesuai dengan surat edaran Jaksa Agung pada Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan atau RJ.
“Ancamannya tidak lebih dari lima tahun, kemudian Kajari Tarakan setelah menerima pelimpahan P21 pada tanggal 9 Maret diserahkan lah dua jaksa fasilitator yang bertugas melakukan mediasi antara tersangka dan pihak korban,” terangnya
Berdasarkan hasil mediasi, dikatakan Aulia bahwa Nurjannah yang berperan sebagai istri sah tersangka bersedia memaafkan perbuatan yang dilakukan suaminya tersebut.
“Mediasi ini disaksikan oleh tokoh masyarakat, pemerintah setempat dan perwakilan dari masing-masing korban dan tersangka,” tutur Aulia.
Sementara itu, kehamilan Istri tersangka dan ketiga anak mereka juga menjadi pertimbangan jaksa dalam melakukan RJ ini. Istri tersangka tidak ada permintaan khusus dan menerima permohonan maaf dari tersangka tanpa syarat.
“etelah terdapat persetujuan dari laporan yang berjenjang akhirnya permohonan RJ telah dikabulkan. Dalam hal ini Kejari Tarakan juga telah mengeluarkan surat penghentian tuntutan,”tuntasnya.